Fakta menunjukkan bahwa keinginan dan harapan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah sangat tinggi, namun masih dihadapkan pada berbagai permasalahan. Permasalahan mendasar yang perlu dibenahi dapat dinyatakan bahwa manajemen pendidikan merupakan sasaran yang sangat besar dan multistratum. Peserta didik dalam program penyelenggaraan satuan pendidikan merentang mulai penduduk usia dini hingga usia remaja. Dengan kata lain, bidang garapan pendidikan melebihi garapan pendidikan sekolah dengan latar belakang dan segmen peserta didik yang beragam. Problema-problema pokok dalam aspek manajerial ketiga jenis lembaga pendidikan tersebut berkaitan dengan:
Pertama, belum adanya spesifikasi dan standardisasi tentang peserta didik, kurikulum, ketenagaan (kepala sekolah, guru, pustakawan, laboran, tata usaha sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya), media dan sumber belajar, pembiayaan, dan model-model proses pembelajaran, serta tata hubungan dengan masyarakat.
Kedua, perencanaan pendidikan masih bersifat terpusat dan belum komprehensif. Hal ini disebabkan oleh masih lemahnya kapasitas pemahaman, apresiasi dan keterampilan dari aparat pemerintah dan masyarakat tentang karakteristik kelembagaan pendidikan SBI. Sehingga menyebabkan pula kurangnya partisipasi masyarakat dan stakeholders pendidikan dalam sistem penganggaran dan pembinaannya.
Ketiga, walaupun pemerintah daerah telah memberikan keleluasaan penuh dalam manajemen pendidikan kepada setiap satuan pendidikan, namun belum disertai dengan perangkat sistem dan aturan pelaksanaan yang memadai. Sehingga otoritas dan kewenangan dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pembiayaan, pembinaan dan pengawasan serta evaluasi program pendidikan masih dianggap tumpang tindih, baik secara horizontal maupun vertikal.
Di samping ketiga problema dalam manajemen pendidikan perlu pula diperhatikan tiga kondisi sosial yang sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan di daerah, antara lain:
- Kondisi umum kehidupan masyarakat di daerah dari sisi kesehatannya. Persoalan gizi buruk, AKI (angka kematian ibu) dan AKB (angka kematian bayi), penyakit lama yang menghinggapi masyarakat menjangkitnya penyakit baru seperti HIV-AIDS, Flu Burung, serta penyakit endemis lainnya. Jumlah yang rawan terkena penyakit juga sangat beerpengaruh jika melihat masih banyaknya jumlah keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni dan masih banyaknya keluarga miskin (Gakin).
- Daya beli masyarakat. Secara tidak sadar bahwasannya komoditas perekonomian masyarakat semakin sempit, karena terdesak usaha-usaha konglomerasi kaum “borjuis”. Persoalannya ialah, sbeerapa besar akses golongan masyarakat kepada pendidikan.
- Dalam melaksanakan pembangunan masih ditemukan fakta bahwa saling bertentangan antara dimensi konsumtif dan dimensi investatif. Dimensi konsumtif berkaitan dengan kepentingan pemerataan dan keadilan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tentang pendidikan yang populis, sedangkan dimensiinvestatif, berkaitan dengan kebutuhan untuk menciptakan kemampuan menghasilkan daya saing SDM di masa depan. Pilihan terhadap kedua tujuan tersebut pada kenyataannya harus melalui pertimbangan-pertimbangan politis dan ekonomis. Pertimbangan politis didasarkan pada tujuan masyarakat secara menyeluruh, sedangkan pertimbangan secara ekonomis didasarkan pada kemampuan finansial otoritas penentu dalam menyediakan anggaran pembangunan.
Apabila pemerintah daerah benar-benar ingin mengelola model sistem pendidikan dengan sebaik-baiknya, maka status atau fungsi pengelola pendidikan baik pada jenjang pendidikan prasekolah maupun pendidikan dasar, memerlukan perangkat hukum dan perundang-undangan yang dapat memberikan keleluasaan untuk mengubah pola pikir, apresiasi, dan kebiasaan dalam mengelola pendidikan yang inovatif dan lebih akuntabel. Sehingga, dalam melakukan pengelolaan sistem pendidikan baik jenjang prasekolah maupun pendidikan dasar harus berada dalam satuan sistem tata kelola.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka pada era baru ke depan, model-model pendidikan yang berkualutas perlu terus dibina dan dikmebangkan agar memiliki peran yang lebih menonjol dalam mengembangkan SDM di seluruh daerah. Untuk itu, model-model pendidikan yang berkualitas perlu ditata dan dikembangkan sehingga menjadi komponen yang saling membangun dan saling melengkapi dengan komponen pendidikan persekolahan lainnya. (LF)