Drama Korea When Life Gives You Tangerines menyuguhkan lebih dari sekadar kisah tumbuh dewasa. Ia memperlihatkan dinamika relasi ayah-anak yang begitu kompleks, khususnya lewat karakter Gwansik, seorang ayah yang keras sekaligus penuh luka. Bagi para penonton, cara didikan Gwansik mungkin terasa dingin, bahkan kasar. Namun, jika kita menilik dari sudut pandang psikologi pengasuhan, cara ini menyimpan banyak makna yang patut direnungkan.
🧠Didikan Otoriter: Tegas Tanpa Banyak Pelukan
Gwansik jelas termasuk figur orang tua yang menganut gaya pengasuhan otoriter—penuh aturan, minim kompromi. Ia jarang mengekspresikan kasih sayang secara verbal maupun fisik. Anaknya, Hyanggi, sering kali tampak tertekan karena beban harapan yang ditanamkan ayahnya begitu besar. Dalam psikologi, pola seperti ini dapat membentuk anak yang disiplin, tetapi juga menyimpan luka batin jika tidak diimbangi dengan dukungan emosional.
Namun, menariknya, meski terkesan keras, Gwansik tidak pernah benar-benar meninggalkan anaknya. Ia hadir, ia memperhatikan, hanya saja ia tidak tahu bagaimana mengekspresikan cinta selain dengan bekerja keras dan memastikan hidup anaknya “berjalan lurus.”
🌾 Luka yang Diturunkan: Pola Asuh Berbasis Trauma
Satu hal yang menonjol dalam karakter Gwansik adalah bekas luka masa lalunya. Seperti banyak orang tua di dunia nyata, ia adalah produk dari trauma dan kesulitan hidup. Gaya didiknya bukan sekadar pilihan, melainkan warisan dari zaman yang keras. Ia tumbuh dalam kondisi sulit dan mempercayai bahwa hidup hanya bisa dihadapi dengan kekuatan, bukan kelembutan.
Dalam teori psikologi, ini disebut sebagai parenting based on survival mode—gaya pengasuhan yang terbentuk dari pengalaman bertahan hidup, bukan dari ruang yang aman dan stabil.
🧩 Cinta yang Terlalu Dalam, Tapi Tidak Pandai Diungkapkan
Yang membuat Gwansik menarik adalah: ia mencintai, tapi tidak tahu cara mencintai. Ia mengorbankan dirinya, membatasi kebahagiaannya, dan bahkan menekan emosinya demi anaknya. Namun karena tidak pandai mengekspresikan emosi, cinta itu berubah bentuk menjadi kekakuan dan kontrol.
Ini menunjukkan bahwa kasih sayang yang tidak tersampaikan dengan baik bisa terasa seperti penolakan. Dalam dunia psikologi, ini adalah bentuk emotional misattunement—ketidaksesuaian antara niat orang tua dan persepsi anak.
🌻 Transformasi: Ketika Jeruk Menjadi Simbol Kehangatan
Uniknya, dalam drama ini, jeruk bukan sekadar buah lokal, tapi juga simbol perubahan. Di balik kehidupan keras Gwansik, ada keinginan untuk tumbuh dan menyembuhkan. Ketika ia mulai membuka diri dan memahami luka anaknya, perlahan-lahan kita melihat sisi hangat dari seorang ayah yang selama ini tersembunyi.
Itulah momen penting dalam pengasuhan: kesadaran untuk berubah. Dan drama ini memperlihatkan bahwa bahkan orang tua yang keras sekalipun bisa belajar menjadi lembut, jika diberi kesempatan untuk memahami dirinya sendiri terlebih dahulu.
✨ Catatan Penutup: Tidak Ada Orang Tua yang Sempurna
When Life Gives You Tangerines adalah pengingat bahwa di balik cara didik yang terasa salah, sering kali tersembunyi niat baik yang tidak tahu jalan keluar. Gwansik bukan ayah ideal, tapi ia adalah potret nyata dari banyak orang tua di dunia ini: mencintai, berkorban, tapi bingung bagaimana menyalurkan kasih sayang.
Sebagai anak, penting untuk memahami bahwa orang tua pun membawa beban yang tak kita tahu. Dan sebagai orang tua (atau calon), mari belajar bahwa cinta tidak hanya perlu niat baik, tapi juga cara yang tepat untuk menyampaikannya. TA