Isu pengungsi Rohingya yang berada di Indonesia saat ini menjadi sorotan masyarakat. Warga Indonesia khususnya Aceh, menunjukkan sikap penolakan terhadap kehadiran pengungsi Rohingya. Berdasarkan berita yang beredar, alasan warga Aceh menolak yaitu karena tidak adanya tempat penampungan dan pengungsi Rohingya memberikan kesan yang tidak baik bagi masyarakat setempat.
Menyorot pendapat Atip Latipulhayat (Guru Besar Hukum Internasional Universitas Padjadjaran) tentang sikap Indonesia terhadap pengungsi Rohingya, ia berpendapat bahwa pemerintah Indonesia harus menangani pengungsi Rohingya sesuai dengan prinsip kemanusiaan, instrumen hukum internasional, dan Perpres No. 125 Tahun 2016. Selain itu, Indonesia juga memiliki ideologi Pancasila yang berdasar pada semangat kemanusiaan.
Berikut adalah beberapa alasan di balik kewajiban Indonesia dalam memberikan perlindungan pada pengungsi Rohingya.
1. Perlu kita ketahui bahwa Indonesia bukan merupakan negara pihak dalam Konvensi Jenewa 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. Karena secara yuridis, bagi Indonesia ada beberapa pasal dalam konvensi yang sulit untuk dilaksanakan. Sebagai contoh, Pasal 17 Konvensi 1951 menuntut negara pihak untuk memberi pekerjaan bagi para pengungsi. Sedangkan, berkaca pada kondisi Indonesia saat ini, Indonesia masih merupakan negara berkembang dan masih memiliki angka pengangguran yang cenderung tinggi. Kemudian, dalam Pasal 21 Konvensi 1951 terdaapt ketentuan untuk memberikan rumah bagi para pengungsi. Sedangkan, di Indonesia masih terdapat angka kemiskinan di Indonesia dan masih terdapat daerah-daerah di Indonesia yang membutuhkan infrastruktur yang layak dari pemerintah pusat.
Namun, walaupun Indonesia bukan negara pihak Konvensi 1951, namun Pasal 28G Undang-Undang Dasar 1945 mengakui hak untuk mencari suaka bagi semua orang. Selain itu, sebagai negara yang mengakui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Indonesia terikat oleh Pasal 14, yang secara spesifik menyebutkan hak untuk mencari suaka dari penganiayaan. Oleh karena itu, Indonesia tetap memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan bagi pengungsi sebagaimana dimandatkan dalam hukum nasional dan komitmen internasionalnya.
2. Terdapat mandat hukum yang secara khusus tertuang dalam Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Mandat ini menetapkan tugas Indonesia untuk melakukan pencarian dan penyelamatan, serta memfasilitasi pendaratan kapal pengungsi yang berada dalam keadaan darurat (Pasal 6 dan 9), semakin memperkuat dedikasi negara terhadap pendekatan kemanusiaan dalam batas-batas hukum.
3. Tanpa kerangka hukum sekalipun, filosofi dasar Indonesia, yaitu Pancasila berdasarkan pada gagasan kemanusiaan. Hal ini terdapat pada Sila ke-2, yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.
4. Terdapat prinsip non-refoulement (tidak mengembalikan pengungsi ke negara/tempat di mana mereka dapat dipersekusi/dianiaya). Prinsip ini merupakan bagian dari hukum adat internasional, yang berarti bahwa semua negara di dunia harus menghormati hukum ini terlepas dari apakah mereka merupakan negara pihak Konvensi 1951 atau tidak.
5. Indonesia merupakan pemimpin global dalam hal kemanusiaan di Kawasan Asia Tenggara. Indonesia telah menerima pengungsi selama bertahun-tahun sejak tahun 1970-an. Praktik terbaik ini menjadi contoh yang baik yang patut diikuti oleh negara-negara lain di Kawasan Asia Tenggara.
6. Indonesia bekerja sama dengan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees). UNHCR adalah organisasi internasional yang mandat utamanya yaitu memberikan perlindungan serta memberikan bantuan berupa pemenuhan kebutuhan dasar bagi pencari suaka dan pengungsi bekerja sama dengan beberapa mitra.
Organisasi ini hadir di Indonesia atas permintaan Pemerintah Indonesia. Dan atas nama pemerintah, UNHCR menjalankan fungsi pemberian perlindungan internasional bagi pengungsi di Indonesia, sesuai mandat global UNHCR. UNHCR bekerja dengan koordinasi erat bersama pemerintah baik di tingkat daerah/regional, maupun tingkat nasional.
Dalam memberikan perlindungan pada pengungsi di Indonesia, UNHCR tidak memperoleh keuntungan finansial dari krisis kepengungsian dan menggunakan semua dana hasil kontribusi dari negara-negara anggota PBB untuk merespon kebutuhan para pengungsi dan masyarakat sekitar yang menerima pengungsi. UNHCR dan mitranya juga tidak menerima atau menggunakan kontribusi finansial apapun dari Pemerintah Indonesia untuk mendanai respons pengungsi di Indonesia.
Walau demikian, menurut Hikmahanto Juwana (Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia) dalam menangani pengungsi Rohingya, pemerintah Indonesia harus mengutamakan pertimbangan kepentingan nasional. Selain itu harus ada ketegasan sikap soal pembatasan jumlah pengungsi yang ditampung dan masa tinggal sementara.
BAS.