Lika-liku KIP-K Merdeka: Bantuan atau Beban?—Jika membahas terkait bantuan yang diberikan oleh pemerintah selalu mudah ditemukan polemik maupun pro-kontranya. Salah satu yang masih sering menjadi pembahasan, khususnya di kalangan mahasiswa adalah terkait penyaluran KIP-K yang sering tidak tepat sasaran. Namun, sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa sebenarnya KIP-K Merdeka itu.
Apa itu KIP-K Merdeka?
Dilansir dari Pedoman Pendaftaran Kartu Indonesia Pintar Kuliah KIP Kuliah Merdeka 2023, Kartu Indonesia Pintar Kuliah atau KIP-K merupakan sebuah bentuk bantuan yang diberikan oleh KEMENDIKBUDRISTEK melalui Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (PUSLAPDIK) untuk membiayai mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin/rentan miskin dalam menempuh pendidikan tinggi. KIP-K ini merupakan bagian dari Program Indonesia Pintar (PIP) Pendidikan Tinggi yang ditujukan untuk mahasiswa dari kalangan penyandang disabilitas, mahasiswa dari keluarga miskin/rentan miskin dengan pertimbangan khusus serta mahasiswa afirmasi (Papua dan Papua Barat serta 3T) dan juga mahasiswa yang terdampak akibat bencana, konflik sosial maupun kondisi khusus.
KIP Kuliah ini sudah dimulai sejak tahun 2020 dengan total penerima berjumlah lebih dari 150.000 mahasiswa yang tersebar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia dengan jaminan pembiayaan pendidikan tinggi. Lalu, pada 2021, MENDIKBUDRISTEK resmi meluncurkan KIP Kuliah Merdeka yang menggantikan program BIDIKMISI yang telah berjalan sejak 2010. Tujuan dari bantuan ini adalah untuk meningkatkan potensi ekonomi dan mobilitas sosial bagi mahasiswa dari keluarga miskin/rentan miskin untuk berkuliah. Biaya yang ditanggung melingkupi biaya pendidikan serta biaya hidup untuk kuliah pada program studi unggulan di perguruan tinggi terbaik yang ada di Indonesia.
Berapa nominal biaya yang diberikan dalam KIP-K Merdeka?
Mengutip dari Pedoman Pendaftaran Kartu Indonesia Pintar Kuliah KIP Kuliah Merdeka 2023, program ini menanggung biaya pendidikan yang langsung dibayarkan ke pihak perguruan tinggi serta biaya hidup bagi mahasiswa yang terpilih. Biaya pendidikan ini diusulkan oleh Perguruan Tinggi kepada Puslapdik dengan maksimal biaya yang ditentukan pemerintah sebesar Rp 12.000.000 untuk prodi dengan akreditasi A khusus prodi kedokteran dan Rp 8.000.000 untuk non kedokteran. Lalu, untuk prodi dengan akreditasi B, biaya yang ditanggung maksimal sebesar Rp 4.000.000 dan akreditasi C maksimal sebesar Rp 2.400.000. Dengan jaminan biaya ini, perguruan tinggi tidak diperkenankan meminta tambahan biaya terkait operasional pendidikan seperti biaya almamater, asrama, pendukung pelaksanaan KKN, PKL atau magang, pembelajaran dan penelitian mandiri, serta biaya wisuda.
Untuk biaya hidup pada tahun 2023 diberikan pada mahasiswa terpilih dalam 5 klaster besaran berdasarkan wilayah yaitu, Rp800.000, Rp950.000, Rp1.100.000, Rp1.250.000, dan Rp1.400.000 per bulan yang didasarkan pada hasil Survei Besaran Biaya Hidup dan Survei Sosial Ekonomi Nasional oleh Badan Pusat Statistik.
Apakah penyaluran KIP-K Merdeka sudah tepat?
Pertanyaan ini sebenarnya sudah cukup sering diajukan oleh masyarakat, termasuk para netizen di media sosial. Jawabannya tentu sudah bisa ditebak. Banyak yang mengkritik bahwa penyaluran tersebut masih dianggap kurang tepat. Melalui salah satu blog, disampaikan bahwa seorang mahasiswa dengan nama samaran menyebutkan bahwa dirinya menemui banyak teman-temannya yang menerima KIP Kuliah namun mampu memiliki barang-barang mewah seperti laptop mahal, handphone canggih bahkan bisa liburan keluar kota tanpa harus bekerja paruh waktu. Mirisnya, mahasiswa yang menceritakan ini harus mampu membagi waktu sebab dirinya juga bekerja paruh waktu sebagai penjaga kafe untuk mampu memenuhi kebutuhan perkuliahan serta biaya sehari-hari yang tidak ditanggung KIP Kuliah.
Kejadian semacam ini bahkan sudah terjadi sejak program BIDIKMISI sebelumnya di mana mahasiswa penerima BIDIKMISI mampu naik mobil pribadi ke tempat perkuliahannya hingga memiliki barang mewah yang tak jarang bahkan bagi mahasiswa non-BIDIKMISI tidak mampu memilikinya. Mirisnya lagi, dilansir dari web Republika, ada sekitar 1,9 juta siswa lulusan SMA/SMK/MA yang tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tingi dengan kendala utama yaitu biaya.
Kebijakan pemerintah dalam memberikan bantuan untuk pendidikan tentu sudah tepat. Namun, yang perlu diperhatikan adalah terkait penyalurannya yang masih tidak tepat sasaran. Alih-alih untuk mewujudkan generasi emas dengan menargetkan generasi muda untuk mendapatkan layak, dana yang dikeluarkan hingga ratusan triliun tersebut justru hanya menambah kekayaan bagi masyarakat yang memang sudah kaya. Pemerintah harus jeli dan benar-benar memperhatikan calon mahasiswa serta memastikan tidak ada praktek kecurangan sehingga anak-anak dari kelas kurang mampu tetap dapat menikmati mewahnya pendidikan dan setara di mata pendidikan. PRS.