Sejarah sering kali diwarnai oleh propaganda, dan memahami fakta yang sebenarnya memerlukan ketekunan dalam membaca dan meneliti. Dalam konteks sejarah Indonesia, banyak narasi yang perlu diperiksa lebih dalam untuk menemukan kebenaran yang terkadang tersembunyi di balik propaganda.
Ketika kita mendengar pernyataan seperti “Di mana sejarahnya? Itu propaganda,” kita perlu mempertanyakan sumber informasi tersebut. Penting untuk tidak langsung percaya pada setiap narasi yang kita dengar. Sejarawan Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk menyampaikan kebenaran kepada para guru sejarah di sekolah-sekolah, dan kebohongan sejarah akan terbongkar seiring berjalannya waktu.
Bacaan yang direkomendasikan adalah Sejarah Nasional Indonesia, sebuah buku sejarah lima jilid yang sering kali kurang mendapat perhatian. Buku ini menawarkan pandangan yang lebih terpercaya dan mendalam mengenai sejarah Indonesia.
Kekejaman dalam Sejarah Kerja Paksa
Beberapa raja dan bangsawan Indonesia memang tercatat menganiaya rakyat jelata. Dalam sebuah laporan dari sejarawan Universitas Negeri Semarang (Unnes), Endah Sri Hartatik, disebutkan bahwa kerja paksa itu nyata. Proyek Jalan Pos yang terkenal tidak melibatkan kerja paksa dari Anyer ke Cirebon, melainkan dari Cirebon ke Panarukan.
Mengapa kerja paksa ini terjadi? Kondisi ekonomi Prancis yang memburuk karena serangan dari negara lain menyebabkan kekurangan dana. Pemerintahan Daendels dan proyek Jalan Pos didanai oleh Kerajaan Belanda, yang pada saat itu dibiayai oleh militer Prancis. Kerajaan Belanda sendiri adalah negara boneka Prancis yang dipimpin oleh Louis, saudara Napoleon.
Manipulasi Ekonomi dan Kekejaman Daendels
Daendels mengalokasikan 35.000 ringgit (setara 84.000 gulden) untuk para pekerja dan pengatur pembangunan Jalan Pos. Namun, dana tersebut habis sebelum jalan bisa dibangun dari Anyer ke Bogor. Untuk melanjutkan pembangunan, Daendels mencetak uang palsu untuk membiayai jalan dari Bogor ke Cirebon, yang jika diteruskan lebih jauh, akan merusak peredaran uang di Hindia Belanda.
Pada 25 Mei 1808, Daendels memanggil para Bupati dari Jawa Tengah dan Jawa Timur dan mengancam mereka untuk mengerahkan ribuan rakyatnya membangun Jalan Pos ke Panarukan. Inilah awal dari kisah kerja paksa yang brutal. Daendels dan pasukannya tidak segan-segan membunuh siapa saja yang menentang atau menolak bekerja. Ribuan orang meninggal karena kelaparan, kelelahan, kecelakaan, dimakan binatang buas, dihukum oleh penguasa mereka sendiri, atau ditembak oleh pasukan Belanda.
Permintaan Maaf yang Terlambat
Pemerintah Belanda dan Prancis belum pernah meminta maaf atas kematian ribuan orang selama masa kekuasaan Daendels. Baru-baru ini, Mark Rutte meminta maaf atas kekejaman Belanda, tetapi hanya untuk peristiwa setelah Indonesia merdeka. Tidak ada permintaan maaf untuk ribuan korban selama masa penjajahan, termasuk kerja paksa, Tanam Paksa, Perang Diponegoro, atau diskriminasi rasial.
Sebaliknya, Geert Wilders pernah meminta Indonesia untuk meminta maaf kepada Belanda atas kekejaman yang dilakukan oleh tentara Indonesia terhadap orang Belanda dan pendukung Belanda selama Perang Kemerdekaan. Kekejaman ini, yang terjadi tanpa perencanaan intelektual dan secara spontan, juga menjadi bagian dari sejarah yang perlu dipahami.
Pentingnya Membaca Sejarah yang Terpercaya
Sejarah Nasional Indonesia juga menggambarkan kekejaman Belanda ini, meskipun buku tersebut jarang dibaca. Memahami sejarah yang benar sangat penting untuk belajar dari masa lalu dan memastikan bahwa kita tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Menggali sejarah bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan membaca sumber yang terpercaya dan kritis terhadap narasi yang ada, kita dapat mendekati kebenaran yang lebih objektif. Propaganda bisa menyembunyikan fakta, tetapi kebenaran akan selalu muncul ke permukaan dengan usaha dan ketekunan. Jika teman teman yang ingin membuat artikel membahasa tentang social, sejarah, dan lain lain bisa mengunjungi ijocial.web.id. TA