Belajar Maju ala Jepang—Saat mendengar kata Jepang, yang terlintas di benak kita kebanyakan adalah tentang sakura, anime, hingga budaya dan kebiasaan masyarakatnya yang disiplin, taat hukum, dan sangat menghargai waktu. Tidak jarang bahkan negara Jepang sering dijadikan contoh teladan hampir di berbagai sektor kehidupan sebab baik pemerintahan maupun masyarakatnya sangat menekankan efektivitas dan efisiensi dalam menjalani hidup. Namun, percaya tidak jika budaya yang hebat seperti itu, yang mengantarkan Jepang menjadi salah satu negara dengan ekonomi terkuat di dunia sebelumnya memiliki masa lalu kelam dan pola hidup masyarakat yang berantakan?
Jepang dan Masa Lalunya
Utusan dari Presiden Amerika Serikat mendatangi Jepang pada tahun 1850-an untuk memaksa bekerja sama dalam perdagangan dengan Amerika dalam hal perdagangan. Setelah itu, Inggris, Prancis, Rusia serta Belanda juga mengajukan hal yang sama. Melalui interaksi ini, Jepang menyadari bahwa bangsa mereka mengalami keterbelakangan yang jauh jika dibandingkan dengan negara-negara Barat, baik dari segi infrastruktur maupun kualitas SDM. Fakta ini juga membuat Jepang menerima perlakuan tidak adil dari bangsa-bangsa Barat. Fakta ini memaksa Jepang harus bertransformasi dengan cara meniru sistem yang ada di negara-negara Barat melalui pembentukan institusi pemerintahan modern, penerapan sistem wajib belajar, serta pengesahan konstitusi dan undang-undang dengan mengadopsi undang-undang di negara-negara Barat.
Kritik terhadap ‘Adat Tradisional’ Jepang
Pada pemerintahan baru di tahun 1868, sistem strata sosial feudal dihapuskan sehingga rakyat memiliki kebebasan untuk memilih profesi, pola hidup serta tempat tinggal. Hal ini mengakibatkan orang-orang bebas melakukan apa saja sehingga banyak ditemukan kasus pejabat yang korupsi, moral serta tata susila masyarakat yang rusak. Hal ini diperparah dengan ketiadaan panutan masyarakat sehingga orang-orang bertindak dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Meskipun pemerintah sudah membuat undang-undang namun pelanggaran terus saja terjadi. Banyak sengketa terjadi, keegoisan masyarakat, larisnya majalah pornografi, serta berita kriminal yang terus marak terjadi seperti pembunuhan, perampokan, penipuan, sengketa, pertengkaran, perselingkuhan, pelacuran hingga berita-berita mesum. Dohi Masataka merangkum setidaknya ada 12 daftar adat istiadat buruk masyarakat Jepang pada masa itu, antara lain:
- Antarmasyarakat dan antara rakyat dengan pemerintah tidak kompak
- Perempuan diremehkan
- Maraknya kecurangan
- Menunggak pajak dan enggan menyumbang untuk fakir miskin
- Tidak selektif dalam meniru budaya Barat
- Tidak ada keseragaman bahasa
- Tidak mau berusaha dan gemar bergantung pada orang lain
- Kurang ambisi
- Tidak menghargai waktu
- Gaya hidup yang boros
- Mementingkan gengsi dan gemar berbasa-basi
- Legalitas pelacuran
Dohi Masataka juga mengatakan bahwa kebiasaan buruk masyarakat Jepang ini pernah ditemui di Turki dan India (pada abad ke-19) yang menyebabkan kedua negara tersebut jatuh terpuruk akibat adat rakyatnya. Hal ini yang memaksa Jepang melakukan reformasi hampir di segala bidang kehidupan.
Rekayasa Budaya dalam Mereformasi ‘Adat Tradisional’ Jepang
Kaisar Meiji pada tahun 1868 mengumumkan falsafah negara yang baru, di antaranya:
- Publik harus dilibatkan dalam diskusi serta pengambilan keputusan
- Masyarakat harus bersatu dan proaktif terlibat dalam tugas kenegaraan
- Rakyat proaktif dalam mengejar cita-cita masing-masing
- Membuang tradisi lama yang ketinggalan zaman dan menghambat kemajuan serta memutuskan segala sesuatu berdasarkan hukum keadilan universal
- Menuntut ilmu pengetahuan ke seluruh dunia demi kejayaan negara
Jika melihat dasar keempat dan kelima, pemimpin ingin menekankan rakyatnya agar mau menghilangkan kebiasaan buruk yang menghambat kemajuan serta bersedia mengejar ilmu dari seluruh dunia. Gerakan ini dilakukan dengan memodernisasi seluruh pola pikir masyarakat Jepang melalui penghapusan tradisi lama yang buruk.
Reformasi tradisi dilakukan besar-besaran oleh pemerintah Jepang dengan menekankan kampanye perubahan pola hidup masyarakat. Reformasi tersebut dilakukan selama kurang lebih 150 tahun. Pemerintah banyak melakukan dialog, kampanye hingga mengangkat salah satu masyarakat yang memiliki pola hidup yang sesuai sebagai tokoh nasional dan teladan sehingga mampu menginspirasi banyak orang.
Reformasi tradisi ini bahkan dilakukan sejak pendidikan dini oleh pemerintah dengan cara meletakkan tokoh-tokoh dunia yang berhasil dengan hidup secara disiplin, hemat, dan menerapkan semua sikap baik yang bertolak belakang dengan adat tradisional Jepang yang lalu. Hal ini mengantarkan Jepang hingga saat ini. Upaya mengubah pola hidup rakyat ini berhasil dilakukan karena bersifat konkret. Dengan mengikuti petunjuk konkret terkait peraturan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam sikap bekerja, maka hal ini akan terjadi perubahan mentalitas (persepsi akan hal yang lumrah). Hal ini yang mengakibatkan seseorang akan mengalami perubahan pola pikir dari “terlambat merupakan hal lumrah” menjadi “hal yang lumrah adalah tepat waktu.” PRS.