Perlu kita ketahui, bahwa tidak semua subjek hukum internasional memiliki kemampuan untuk melakukan atau berperan sebagai pihak atau peserta pada perjanjian internasional. Dalam artian tidak semua subjek hukum internasional itu memiliki kemampuan yang sama. Ada yang memiliki kemampuan penuh (full capacity), ada yang memiliki kemampuan lebih terbatas, bahkan ada juga yang sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perjanjian internasional.
Ingin tahu apa saja subjek hukum internasional yang mampu melakukan perjanjian internasional? Yuk, simak penjelasan berikut ini.
1. Negara
Negara merupakan subjek hukum internasional yang memiliki kemampuan penuh (full capacity) untuk melakukan perjanjian internasional. Hak suatu negara untuk melakukan perjanjian internasional merupakan ciri kedaulatan negara tersebut. Oleh karena itu, negara dapat melakukan perjanjian tentang apa saja tanpa ada pihak lain yang berhak membatasi atau melarangnya, serta pembatasan bagi negara yang melakukan perjanjian internasional lebih bersifat politis daripada yuridis.
2. Negara Bagian
Negara Bagian hanya dapat ditemukan di negara yang berbentuk federasi atau disebut juga sebagai negara federal. Dalam hubungannya dengan mengadakan hubungan internasional, ada dua model. Pertama, pemerintah negara federal yang melaksanakan hubungan internasionalnya, sedangkan pemerintah negara bagian hanya mengurus dan mengatur urusan dalam negeri saja dan tidak berhak mengatur urusan internasional. Kedua, negara federal yang memberikan hak-hak dan kewenangan kepada negara bagiannya dalam batas-batas tertentu untuk mengadakan hubungan-hubungan internasional, seperti mengadakan atau sebagai pihak dalam suatu perjanjian internasional.
3. Tahta Suci atau Vatikan
Pemimpin dari Tahta Suci atau Vatikan adalah Paus sebagai pemimpin tertinggi dari Gereja Katolik juga merupakan subjek hukum internasional. Walaupun Tahta Suci secara pengertian bukan sebuah negara, namun kedudukannya sama seperti negara. Tahta Suci dapat menjalin hubungan diplomatik dengan negara maupun organisasi internasional, serta dapat berpartisipasi sebagai pihak dalam suatu dalam suatu perjanjian internasional.
4. Wilayah Perwalian
Wilayah perwalian (trusteeship territory) pada awalnya merupakan wilayah jajahan dari negara-negara colonial (bekas penjajah) yang karena kekalahannya pada Perang Dunia I, lalu statusnya berubah menjadi wilayah mandat dalam kerangka Liga Bangsa-Bangsa, seperti wilayah bekas jajahan Jerman dan Italia. Setelah Liga Bangsa-Bangsa bubar yang kemudian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggantikan kedudukannya, maka wilayah mandat ini berubah menjadi wilayah perwalian.
Sistem perwalian internasional ini diatur secara khusus dalam Bab XII Pasal 87 Piagam PBB, yang menetapkan wilayah-wilayah tertentu sebagai wilayah perwalian yang ditempatkan di bawah negara yang dipandang mampu bertindak sebagai walinya, dengan pengawasan Dewan Perwalian. Wilayah-wilayah tersebut, yaitu:
- Wilayah-wilayah yang dahulu, yaitu pada masa Liga Bangsa-Bangsa dikenal sebagai wilayah mandat;
- Wilayah-wilayah yang dilepaskan dari negara-negara yang kalah dalam Perang Dunia II;
- Wilayah-wilayah yang secara sukarela dijadikan sebagai wilayah perwalian oleh negara-negara yang bertanggung jawab mengaturnya.
Walaupun wilayah perwalian ini belum merdeka penuh, tetapi tetap mendaparkan hak-hak dan kewajiban internasional dalam ruang lingkup yang terbatas, misalnya hak untuk mengadakan atau berperan sebagai pihak dalam suatu perjanjian internasional.
5. Organisasi Internasional
Organisasi internasional memiliki kedudukan yang sama dengan negara, sehingga organisasi internasional dapat mengadakan dan terlibat dalam hubungan internasional. Namun, hak, kekuasaan, dan kewenangan organisasi internasional dalam mengadakan atau menjadi pihak dalam hubungan internasional terbatas pada bidang atau ruang lingkup kegiatan dan tujuan dari organisasi internasional tersebut. Secara yuridis-teoritis, hak, kekuasaan maupun kewenangan organisasi internasional untuk melakukan atau berpartisipasi dalam hubungan internasional tidak sama dengan negara. Hal ini berdasarkan atas negara memiliki kedaulatan, sedangkan organisasi internasional tidak memiliki kedaulatan.
6. Kelompok yang Sedang Berperang/Kaum Belligerensi
Ketika permasalahan dalam suatu peperangan sudahmulai menyangkut kepentingan negara lain ataupun kepentingan masyarakat internasional pada umumnya, baik secara subjektif maupun objektif, maka dalam hal inilah dimensi internasionalnya akan muncul dan membuat negara-negara lain tidak akan tinggal diam dan melibatkan diri dalam penyelesaiannya. Kaum belligerensi ini memiliki kedudukan yang sama dengan pemerintah yang berkuasa, maupun dengan negara-negara lain pada umumnya. Perjanjian yang terjadi dalam kasus ini misalnya perjanjian gencatan senjata ataupun perjanjian perdamaian.
7. Bangsa yang Sedang Memperjuangkan Haknya
Sebelum memperoleh kemerdekaannya, bangsa-bangsa terjajah memperjuangkan hak mereka, seperti hak untuk merdeka, hak untuk mengatur masalah mereka sendiri, ataupun hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Dalam usaha perjuangan hak ini, ada beberapa negara yang sudah mengakui kepribadian internasional mereka secara mandiri dan biasanya negara-negara yang bersimpati atas perjuangan mereka adalah yang mengakuinya. Negara-negara tersebut bersedia mengadakan perjanjian dalam kedudukan yang sama derajatnya dengan bangsa yang sedang memperjuangka haknya.
Nah, itu dia penjelasan tentang subjek hukum internasional yang mampu melakukan perjanjian internasional. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi pembaca. BAS.
Source:
Pathiana, I Wayan. 2018. Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1 (Edisi Revisi). Bandung: Mandar Maju.