Prinsip adalah pernyataan mendasar atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan sebagai dasar atau pedoman untuk pemikiran dan tindakan. Prinsip-prinsip hukum merupakan dasar pembentukan hukum yang secara filosofis memegang peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan hukum.
Dalam perdagangan internasional, pada umumnya prinsip-prinsip hukum menuntut perlakuan yang sama terhadap semua produk, baik impor maupun domestik. Tujuan penerapan prinsip tersebut yaitu agar terciptanya perdagangan bebas yang teratur berdasarkan norma hukum General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)/World Trade Organization (WTO).
Berikut adalah prinsip-prinsip hukum dari perdagangan internasional yang diatur dalam GATT/WTO.
1. Prinsip Non Diskriminasi (Non Discrimination Principle)
Prinsip Non Diskriminasi meliputi:
a. Prinsip Most Favoured Nation (MFN)
Article I section (1) GATT 1947 yang berjudul “General Favoured Nation Treatment” mengharuskan perlakuan MFN atas semua konsesi tarif yang telah diperjanjikan oleh para pesertanya.
Menurut prinsip ini, semua negara anggota yang terikat harus memperlakukan negara lain secara adil tanpa diskriminasi dalam implementasi, penegakan kebijakan impor dan ekspor serta biaya lainnya. Perlakuan ini harus dilaksanakan dengan segera dan tanpa syarat (immiediately unconditionally) terhadap produk yang berasal dari atau ditujukan kepada semua anggota GATT.
b. Prinsip National Treatment (NT)
Article III GATT 1947 yang berjudul “National Treatment on International Taxation and Regulation” menyatakan bahwa prinsip ini tidak menghendaki adanya diskriminasi antar produk dalam negeri dengan produk serupa luar negeri. Apabila suatu produk impor telah masuk ke dalam wilayah suatu negara karena merupakan produk impor, maka produk impor tersebut harus diperlakukan sebagaimana pemerintah memperlakukan produk dalam negeri yang sejenis.
2. Prinsip Resiprositas (Reciprocity Principle)
Prinsip Resiprositas yang diatur dalam Article II GATT 1947 mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik di antara sesama negara anggota WTO dalam kebijaksanaan perdagangan internasional. Jika suatu negara menurunkan bea masuk atas produk yang diimpor dari negara tersebut sebagai bagian dari kebijakan perdagangan internasionalnya, negara pengekspor produk tersebut juga harus menurunkan bea masuk atas produk dari negara pertama.
Prinsip ini diterapkan terutama dalam hal terjadinya pertukaran barang antara dua negara secara timbal balik dan menghendaki adanya kebijaksanaan atau konsesi yang seimbang dan saling menguntungkan antara negara yang satu dengan yang lainnya dalam perdagangan internasional.
3. Prinsip Penghapusan Hambatan Kuantitaf (Prohibition of Quantitative Restriction Principle)
Article IX GATT 1947 mengatur prinsip ini dengan menghendaki adanya transparansi dalam perdagangan internasional, sehingga prinsip ini disebut pula “prinsip transparansi”. Hambatan kuantitatif (Quantitative Restriction) dalam persetujuan GATT/WTO yaitu hambatan perdagangan yang bukan merupakan tarif atau bea masuk, melainkan kuota dan pembatasan ekspor secara sukarela (voluntary export restraints). Adanya prinsip transparansi ini berarti negara anggota WTO tidak dapat menggunakan kuota sebagai penghambat jika ingin melindungi perdagangan internasional, hanya tarif yang diperbolehkan. Oleh karena itu prinsip ini sering disebut sebagai tarif hambatan perdagangan.
4. Prinsip Perdagangan yang Adil (Fairness Principle)
Dumping adalah kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau eksportir yang melaksanakan penjualan barang di luar negeri (negara importer) dengan harga yang lebih rendah dari harga normal produk yang sejenis di negara bersangkutan sehingga menimbulkan kerugian terhadap negara importir.
Sedangkan Subsidi merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah terhadap eksportir atau produsen dalam negeri, baik berupa bantuan modal, keringanan pajak dan fasilitas lainnya, sehingga akan berakibat terjadinya kelebihan produksi (over production) yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian baik bagi negara importir maupun eksportir.
Prinsip ini melarang Dumping (Article VI 1947) dan Subsidi (Article XVI 1947) agar suatu negara tidak menerima keuntungan dengan melakukan suatu kebijaksanaan yang menimbulkan kerugian bagi negara lainnya. Prinsip ini bertujuan untuk menghilangkan praktik-praktik persaingan curang dalam kegiatan ekonomi, seperti melakukan praktik dumping dan subsidi dalam perdagangan internasional.
5. Prinsip Tarif Mengikat (Binding Tariff Principle)
Prinsip ini diatur dalam Article II section (2) GATT/WTO 1995, bahwa setiap negara anggota WTO harus mematuhi berapa pun besarnya tarif yang telah disepakatinya atau disebut dengan prinsip tarif mengikat. Pembatasan perdagangan bebas dengan menggunakan tarif oleh WTO dipandang sebagai suatu model yang masih dapat ditoleransi, misalnya melakukan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui kenaikan tarif bea masuk. Perlindungan ini masih memungkinkan adanya kompetisi yang sehat. Namun, dalam kesepakatan perdagangan internasional tetap diupayakan mengarah kepada sistem perdagangan bebas yang menghendaki pengurangan tarif secara bertahap.
Source:
Sood, Muhammad. 2018. Hukum Perdagangan Internasional. Edisi Kedua. Depok: Rajawali Pers.
BAS.